Sikapi Inflasi Dunia dan Lockdown Tiongkok, di WEF 2022, Mendag Lutfi: Jangan Dirusak Standar Ganda

- Sabtu, 28 Mei 2022 | 03:07 WIB
Mendag Muhammad Lutfi dalam diskusi panel yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura. Dalam agenda World Economic Forum (WEF) 2022 di Davos, Swiss, Kamis (26 Mei). (Humas Kemendag )
Mendag Muhammad Lutfi dalam diskusi panel yang disponsori Channel News Asia (CNA) dari Singapura. Dalam agenda World Economic Forum (WEF) 2022 di Davos, Swiss, Kamis (26 Mei). (Humas Kemendag )

KABAR RAKYAT – Disela kunjungan kerja hadir di WEF 2022 atau World Economic Forum di Swiss. Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi mengingatkan pentingnya Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa menjadi solusi terbaik bagi perekonomian dunia yang dilanda inflasi tinggi.

pernyataan ilmiah perekonomian disampaikan Mendag Lutfi saat panel diskusi yang diseponsori CNA dari Singapuro bertema ‘The Biggest Trade Deal in the World’.

Kondisi tersebut diakibatkan hambatan perdagangan dunia yang disebabkan proteksionisme dan perang dagang, serta tidak berfungsinya Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagaimana mestinya.

“Ketika negara-negara yang sudah maju menerapkan standar ganda, WTO justru tidak berkutik,” tegasnya.

Baca Juga: Ratusan Camper Van dari Jogja sampai Jambi Kembali Jelajahi Banyuwangi

Tingginya harga komoditas dunia saat ini, jelas Mendag Lutfi, adalah peluang bagi para petani di negara-negara berkembang besar seperti Indonesia, India, Brasil dan Tiongkok untuk menikmati keuntungan lebih.

“Ini ekuilibrium baru dalam perdagangan komoditas pangan dunia. Jangan dirusak dengan menyalahkan salah satu negara misalnya Tiongkok karena posisi dagang yang kurang menguntungkan. Bahaya kalau beberapa negara maju berkelompok untuk membenarkan standar ganda,” jelas Luthfi.

Hal yang dimaksud standar ganda oleh Mendag RI adalah negara-negara yang sudah maju menyalahkan dan mengganggu perdagangan bebas dunia, ketika mereka kurang diuntungkan posisi dagang terhadap suatu negara tertentu, misal Tiongkok. Ketika posisi dagang mereka diuntungkan sehingga petani di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang makmur, semua negara berkembang dipaksa membuka pasar mereka. 

Penting kebersamaan dan kesetaraan kesempatan dalam perdagangan bebas dunia. Dalam diskusi Mendag Lutfi sempat berdebat cukup tegang dengan panelis lain, yaitu CEO Suntory Holdings, salah satu produsen makanan dan minuman di dunia asal Jepang, Tak Miinami.

CEO itu menyatakan pesimis dengan situasi perdagangan dunia, khususnya karena Tiongkok saat ini menutup pasar karena kebijakan Zero-Covid yang diterapkan Presiden China Xi Jin Ping.

Baca Juga: Muhammadiyah dan Bangsa Indonesia Berduka, Buya Syafii Maarif Berpulang

Sehingga Tiongkok, menurutnya, perlu dibatasi perannya dalam perdagangan dunia. Pandangan tesebut disayagkan Mendag Lutfi apalagi mengingat Jepang sudah merasakan menjadi negara maju.

Dunia, kata Mendag, harus mengakui fakta bahwa ketika Tiongkok mulai mendominasi perdagangan dunia, dampak positifnya dapat dirasakan seluruh masyarakat dunia dengan harga barang-barang yang semakin terjangkau.

Padahal, lanjut Mendag Lutfi, Tiongkok baru bergabung dengan WTO di tahun 2001. Tapi manfaatnya jauh lebih terasa dibandingkan empat puluh tahun lebih jejak perdagangan dunia didominasi oleh kapitalisme Barat.

“Biarkan harga pangan tinggi saat ini menjadi sinyal agar petani dan peternak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia meningkatkan produksi, sehingga nantinya harga akan turun sendirinya karena pasokan melimpah,” tegasnya.
RCEP Peluang dan Katalis

Halaman:

Editor: Choiri Kurnianto

Sumber: Kemendag

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X