Oleh: Moh. Husen*
KABAR RAKYAT, EMBONGAN - Semenjak adanya internet dan media sosial, para pecinta sastra bisa lebih leluasa untuk menuangkan karyanya sesuai dengan dirinya sendiri. Mereka tidak lagi terikat oleh editor dan pimpinan redaksi.
Karya mereka juga sah. Karya mereka adalah karya, meskipun andai tak ada yang mengakuinya sebagai karya. Mereka sangat memungkinkan menemukan format karya sastra yang baru, yang tak pernah ada dalam rumusan sastra yang telah ada.
Sekali lagi, memungkinkan. Bukan memastikan. Karena yang kita temukan kemarin, bisa keliru hari ini. Dan yang dianggap keliru hari ini, bisa baru disadari sebagai kebenaran pada seribu tahun mendatang.
Baca Juga: BPJamsostek Banyuwangi Jalin Kerjasama Dengan HIMPAUDI Tentang Penyelenggaraan Jamsostek
Tuhan saja bisa dianggap "salah" dan "tidak ada" oleh orang pandai. Bahkan orang yang hari ini sebegitunya percaya kepada Tuhan, besok bisa jadi tidak percaya. Demikianlah gambaran ragam penilaian manusia, bahkan penilaian terhadap Tuhan.
Seseorang yang bergelut dengan dunia sastra sejak muda hingga tua, bisa tidak diakui sebagai bukan pelaku sastra hanya karena ia menampilkan "bakso" sedangkan yang lainnya menyuguhkan "sate kambing" dalam meja makan sastra.
Yang namanya baca puisi "sate kambing" itu pakai bahasa Indonesia. Kalau ada orang baca puisi pakai "bakso" bahasa Inggris, orang jadi ragu-ragu: ini puisi apa bukan ya, kok tidak kayak biasanya?
Baca Juga: Liga 3 Jatim 2021: Jalani Laga Perdana, Persewangi Banyuwangi Menang Atas Persekapro Probolinggo
Apalagi kalau campur bahasa Indonesia dan Inggris dan Arab dan Jawa. Orang akan bergumam: ini penyair apa penceramah sih, kok ada bahasa Arabnya?
Sastra itu sebuah "daging" ruh keindahan yang bisa dimanifestasikan sebagai "sate kambing" atau "bakso" dan lain-lain.
Terkadang kita lebih mengenal "sate kambing" atau "bakso" daripada mengenal "daging", sehingga kita gampang meremehkan hal-hal baru dalam perkembangan dunia sastra.
Prolog tersebut diatas merupakan pintu masuk atau pengantar saja untuk milad ketiga komunitas Selapanan Sastra di Muncar Banyuwangi pada 13 November 2021, yang semoga akan semakin mendewasa.
Artikel Terkait
Bupati Anas Baca Puisi di Kemah Sastra Nasional
Tiga Puisi Anak dari Desa Kendalrejo ikut Memeriahkan HUT Ke-76 Republik Indonesia
Peringati HUT RI ke-76 Forum Anak Jember Gelar Lomba Cipta Puisi, Berikut Nama-Nama Sang Juara
Membicarakan Pemuda
LSM dan Pelawak